Jelang Ulang Tahun perkawinanku
Jelang Ulang Tahun perkawinanku yang ke 16 , aku coba kenang masa masa ketika awal setelah kami menikah. Betapa Indah hari – hari itu, sekalipun saat itu bisa dibilang secara status pekerjaanku belum jelas, Kerja tidak nganggur juga tidak. Seringkali orang- orang menanyakan ke saya, “ Kok nggak balik ke Jakarta “ maklum mereka menanyakan itu karena sebelum menikah aku emang kerja di Jakarta sebagai Kondektur Mayasari Bhakti jurusan Bekasi – Senin di Patas 10. Dan setelah Menikah, rasanya malas balik kerja di Jakarta dengan pekerjaan yang keras dan tak sesuai dengan minat perkerjaan profesiaku sebagai orag mengenyam sekolah untuk dipersiapkan sebagai guru.
Akhirnya kuputuskan untuk coba cari pekerjaan di Kampung halaman dengan pekerjaan seadanya dulu. Dan dengan demikian hari hariku selalu bisa berdampingan dengan Istriku yang saat itu bahkan bekerja di Salon kecantikan yang tiap sore aku menjemput dengan sepeda othel dan terasa bahagia sekali.
Di usia perkawinanku yang ke 4 bulan, aku lebih bahagia banget, hasil test kehamilan istriku dinyatakan positif “ Hamil “ bersamaan dengan panggilan pekerjaanku atas lamaran pekerjaan baruku sebagai Penyuluh.
Rupanya dari sinilah babak baru kehidupan saya benar benar dibangkitkan, semangatku untuk bekerja giat kembali, akhirnya dengan tekad dan semanagt tinggi panggilan pekerjaan baru itu aku datangi, al hasil dari penjelasan Departeman Agama yang memanggilku saat itu. Saya harus bekerja sebagai Da’i ( Mubaligh ) Transmigrasi di Daerah Pedalaman luar Jawa.
Rasanya Berat sekali dengan pekerjaan itu.... saya yang tidak mau balik Jakarta demi ingin mencari pekerjaan yang lebih dekat, bisa selalu bersama istri dan sesuai bidangku, ini malahan tawaran pekerjaan yang lebih jauh dari Jakarta dan di pedalaman pula.
Terasa ogah-ogahan aku ditanya istriku, bagaimana hasil wawancara dan penjelasan pekerjaannya, ketika dengan berat aku sampaikan.... Istriku justru mendukungku untuk mengambil perkerjaan itu, padahal aku sampaikan bahwa pekerjaan itu adalah di pedalaman yang kita tidak kenal medan, kita jauh saudara, kita jauh dari pusat – pusat informasi dan kesulitan transportasi. “ nggak apa – apa, ambil saja dan Bismillah kita Mandiri, “ kata istriku.
Akhirnya setelah berhari – hari aku pertimbangkan, dan istriku nggak pernah surut semangatnya untuk mendukungku. Aku setujui pekerjaan itu. Saya melalui tahapan Training di Kulonprogo Yogyakarta selama 10 hari bersama istriku dengan kehamilannya yang saat itu sudah berjalan 3 bulan.
Satu bulan setelah masa penantian pemberangkatan yang nyaris aku mengundurkan diri dan istriku kembali mendorongku, saat itu aku mendapat pemberitahuan untuk persiapan berangkat ke Luar Jawa “ di Daerah Irian Jaya saat itu, persisinya di Desa Arandai ( Arinda II ) Kec. Bintuni Kabupaten Manokwari.
Dengan tetes mata yang seakan tak terbendung ...seluruh keluargaku medekapku erat dan berbisik “ Yang sabar…..jangan salaing bertengkar…dan jaga Istri dan kandungannya…..”, saya hanya membalas dengan anggukan yang sesenggukan.
Benar dugaanku…. Sesampai di Arandai tempatku bertugas, aku melihat hutan belantara yang jauh dari segala pusat informasi, rumahku sebagai tempat aku berteduh berdua terbuat dari papan, berbentuk panggung karena juga berdiri diatas hutan yang baru saja tertebangi.
Istriku kelihatan kecapaian dari perjalanan jauh, tapi tidak mau istirahat… tetap membantuku membenahi barang barang yang saya bawa dari Jawa.
Akhirnya hari hariku yang hanya ditemani istri dan hutan belantara dan penduduk yang hanya berjumlah 54 KK menjadi terbiasa aku lalui….. hanya saja ketika usia kandungan istriku sudah menjelang kelahirannya….aku sempat khawatir….
Bagaimana tidak. Disini nggak ada perawat, Ada suster kunjungan setiap tiga bulan sekali. Sehingga aku sempat was-was dengan kelahirannya nanti bila pas saat mau lahir tanpa suster yang mendampingi.
Tepat waktu maghrib tiba, Istriku terasa tidak kuat lagi….. nampaknya bayi yang ada dalam kandungannya ingin segera keluar…. Saya panik, Suster tidak di tempat.... aku hanya memanggil tetangga sebelah yang bukan suster bukan pula dukun bayi, tapi dengan tekad Bismillah aku terus mendampingi istriku berjuang untuk melahirkan darah daging keturunanku.
Sampai malam larut Istriku nampak kesakitan dan anak yang didalam, belum juga keluar, Istriku terasa putus asa...... dia katakan ke saya”
Yah.... Bunda nggak kuat lagi yah”. Aku tak bisa berkata apapun kecuali membisikkan kalimat ke istriku untuk bersabar dan berdo’a. Tapi toh reaksi tidak juga berubah.... Istriku tetap kesakitan bahkan lebih dahsyat.... dia menjerit kesakitan, siapapun tak kan kuat melihat pemandangan ini.... Akupun merasakan betapa perjuangannya sangat berat, akh....aku harus tidak putus asa., aku bisikkan ke Istriku lagi ketika dia kembali berkata bahwa ia tidak kuat lagi. Aku bilang ke Istriku...
” Bunda....katanya pingin punya Aosi. Jangan menyerah ya Bunda.... Berdo’a saja sama Allah.” bisikku, dan aku segera ambil Air wudlu kemudia aku Shalat sambil menangis menghiba kepada Allah.....
Entahlah....hingga jam 02.00 WIT pun, anak itu belum juga lahir..... dan istriku kembali meronta kesakitan.... sampai akhirnya seolah ia pingsan, Istriku tergolek lemas tak berdaya....sambil aku membelai istriku.... aku tak berhenti berdo’a hingga aku dikagetkan jeritan tiba tiba, Istriku Kontraksi lagi, ia meronta dengan serasa ingin berdiri dan berlari... dan mengulang kalimat yang sama
” Yah.... Bunda nggak kuat lagi yah”. Oleh tetanggaku yang mendampingi aku... istriku dipegang erat untuk tidak bangkit. Dan suruh tetap di tempat. Istriku berontak dan aku pegang erat, aku berikan isyarat ke tetanggaku untuk dibiarkan. Aku dekap dengan berdiri ia sempat berkata ke saya lagi ”
Yah Ikhlaskan Bunda yah., Bunda nggak kuat lagi, maafkan Bunda yah... ”
’Nggak, Bunda nggak boleh nyerah, Bunda harus kuat.. Percaya sama Allah pasti di pihak kita.”Benar juga, Tepat jelang Subuh, ditengah keputus asa-an istriku dan juga akupun menyerahkan semua urusan ke Allah.
Aosiku Lahir, Aku bertakbir keras menyambut kegirangan.
Dan ternyata aku masih menyisakan kebingunan dengan kelahiran bayi Aosi ini.... Bagaimana aku harus mengatasi kelahiran ini... ketika tetanggaku tanya mana alat alat untuk memotong tali pusar, mana juga tempat untuk Ari, dan benang untuk ikat tali pusar dsb.nya aku kebingungan.... cari silet tidak punya, pisau juga adanya pisau dapur.... akh... aku bingung sekali, sampai akhirnya tetanggaku menyuruhku untuk ke belakang mencari sembilu (
Pelepah Pohon Sagu ) dan Benar... akhirnya aku potong tali pusar itu dengan pelepah pohon sagu yang sudah ditipiskan sehingga tajam, lantas aku ikat sisi masing - masing ari dengan benang jahit. Alhamdulillah Perjaungan sejak Semalam hingga Takbir Shubuh bergema telah selamat.
Kuberi nama
AOSI TANZILA ARINDA artinya
Wasiat yang diturunkan di Desa Arinda.Sekarang Aosiku sudah besar, kelas 1 SMK Negeri, dia syukurlah dia termasuk anak yang patuh sama Bundanya...walau kadang sedikit beralasan ketika kami ortunya menasehati untuk hati hati dengan pergaulan.
Terima kasih Intriku..... Semoga jelang Ultah perkawinan ini...keluargaku selalu mendapat lindungan Allah.